Laman

Cerpen : Kesabaran Alya

Kesabaran Alya

Di sekolah, selesai pelajaran terakhir.
Alya membaca sms di hp nya.

From : Mama

Al, hari ini cepat pulang ya. Papa kecelakaan.



Muka Alya langsung pucat, ia syok dan bingung harus bagaimana. Yang ada di pikirannya hanya ingin cepat pulang. Namun ia tidak ingin mengkhawatirkan teman-teman sekolahnya. Jadi ia tetap bersikap santai.

“Al, pulang sekolah ada rencana kemana? Kita main yuk, ini kan hari sabtu.” ajak Diana.
“Yah, maaf Di.. Aku harus pulang, ada urusan keluarga mendadak. Lain kali aja yaa..” kata Alya.
“Yang lain.. aku duluan yaa, buru-buru nih, hehe”. Alya ijin kepada teman-temannya yang lain yaitu Desi, Intan, dan Ratih. Kemudian ia bergegas pulang.

Alya pulang naik angkot, di sepanjang perjalanan ia terus memikirkan bagaimana nasib ayahnya. Meskipun papanya itu hanya papa tiri, tapi Alya sangat menghormatinya dan sudah menganggapnya seperti ayah kandung sendiri.

Saat tiba di rumah, ia kebingungan melihat kondisi rumah yang sepi. Ternyata kabar tentang papanya yang kecelakaan itu masih belum jelas. Bagian tubuh mana yang luka pun belom terjawab. Ternyata pihak yang berwenang dalam urusan kecelakaan tersebut tidak ingin mengkhawatirkan mama Alya. Jadi hanya sebatas informasi bahwa suaminya mengalami kecelakaan dan diharap untuk tenang.

“Mah, papa mana?” tanya Alya.
“Masih diurus di rumah sakit katanya, tapi mama disuruh menunggu di rumah.. Mama bingung..” jawab Mamanya dengan wajah pucat sambil mondar-mandir di ruang tamu menunggu kedatangan suaminya.
“Leo mana mah?” Alya menanyakan adik lelakinya yang masih sekolah. Leo masih kelas 3 SD.
“Leo engga mama kabarin, biarkan saja..”
“Hmm..”

Tak lama kemudian beberapa orang datang ke rumah Alya sembari menggotong Papanya yang mengerang kesakitan. Melihat kondisi seperti itu Alya dan Mamanya tak tahan menahan air mata. Ternyata kakinya patah, sudah diobati oleh dokter sementara, namun tidak dilanjutkan ke rumah sakit karena memang tidak diperlukan rawat inap.

“Ya Allah.. Papa kamu kenapa bisa begini?” tanya Mama Alya dengan penuh histeris.

Sang suami masih saja meraung kesakitan. Teman-temannya yang mengantar kepulangan sang suami ke rumah, berusaha menjelaskan perlahan karena Mama Alya masih kelihatan syok dan berlinang air mata.

“Begini Bu Anto, Pak Anto ketika dalam perjalanan ke kantor, tak jauh dari kantor iya mengalami tabrakan dengan sebuah mobil. Pihak mobil sudah menanggung semua biaya. Hanya saja tidak sempat mengantar sampai sini karena ada urusan. Nanti mungkin disempatkan kesini. Motor yang dikendarai Pak Anto rusak parah. Jadi sudah kami masukkan bengkel.” jelas Pak Subur, teman sekantor Papa Alya.
“Baiklah pak.. Terima kasih atas bantuannya, suami saya biar istirahat dulu saja, supaya tenang, untuk pengobatan selanjutnya nanti biar saya yang urus semoga ada jalan keluar.” kata Mama Alya.
“Iya bu.. sama-sama. Maaf kami dari pihak kantor hanya mampu berusaha sampai sini saja. Kami pamit ya bu.. mari nak Alya.” kata Pak Subur lagi.
“Mari..” jawab Alya dan Mamanya serentak.

Alya masih menangis dan kebingungan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia dan mamanya memikirkan bagaimana cara mengobati papanya yang kaki kanannya patah. Untungnya tidak sampai diamputasi.

Setelah berjam-jam mencari informasi tentang pengobatan kaki patah, akhirnya berdasarkan rekomendasi dari kerabat terdekat, ayahnya langsung dilarikan ke sebuah pengobatan tradisional di sebuah daerah terpencil yang lumayan cukup jauh dari rumah Alya. Pengobatan tradisional tersebut mengharuskan mama Alya tinggal disana untuk menemani sang suami. Jadi, Alya dan Leo ditinggal di rumah.

Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sudah Alya lewati dengan penuh kesabaran. Teman-temannya baru mengetahui hal tersebut setelah beberapa minggu dari hari kecelekaan. Beberapa ada yang sering menginap untuk menemani Alya dan kadang ikut mengantar Alya membawa makanan untuk mama dan papanya di daerah sana.

Alya yang biasanya ceria menjadi sedikit pendiam, mungkin karena ia sering sedih dengan kondisinya yang sekarang. Ia harus menjaga rumah, merapikannya, merawat adiknya yang masih SD, sedangkan ia masih harus tetap bersekolah. Kadang ia merasa lelah, sendirian, dan merasa terpuruk. Sampai kapan ia seperti ini. Apalagi dengan kondisi keuangan yang kian memburuk karena papanya tidak bisa bekerja. Sampai-sampai Alya kurang memperhatikan kebutuhannya sendiri.

Ia jadi jarang aktif kegiatan di sekolah, mengurangi waktu bermainnya bersama teman-teman. Padahal di umurnya yang masih beranjak 17 tahun, sedang seru-serunya untuk kumpul bersama teman-teman sebaya untuk melakukan berbagai macam kegiatan. Padahal mamanya tidak melarang Alya untuk bersenang-senang bersama temannya, hanya saja Alya merasa tidak tenang disaat susah seperti itu pergi-pergian, bagaimana dengan adiknya nanti, tidak mungkin ia meninggalkan adiknya  malam-malam di rumah. Apalagi kondisi sekitar rumah Alya sangat sepi. Terkadang, habis maghrib saja Alya sudah mengunci semua pintu karena takut ada orang jahat yang iseng.

Sampai suatu hari, sempat ada suara aneh sekitar ba’da isya. Suara itu seperti ada orang yang berbisik-bisik. Ketika Alya mengintip lewat jendela, ia tidak melihat siapa-siapa. Pikirnya mungkin suara tetangganya. Namun, lama-kelamaan suara semakin mendekat. Kemudian ada beberapa suarapria yang berteriak memanggil nama Alya. Ketika Alya mengintip pun tidak ada siapa-siapa. Ia semakin bingung. Kala itu ia sedang sendirian, karena adiknya menginap di rumah neneknya. Sedangkan Alya tetap di rumah.

Suara itu belum juga menghilang, tetapi semakin keras dan besar. Bahkan ada suara wanita juga. Dan kali ini Alya sempat mengenali suara-suara itu, tapi masih belum yakin. Perlahan ia membuka pintu dan kemudian ia tersentak kaget melihat teman-temannya berdiri di depan pagar sambil membawa kue ulang tahun berhias lilin angka 17 sambil bersorak menyanyikan lagu ulang tahun untuk Alya. Alya sangat terharu dan menangis di pintu, ia sampai lupa untuk membukakan pintu pagar yang telah ia kunci rapat-rapat.

Setelah pintu pagar terbuka, teman-temannya bergantian memberi ucapan selamat pada Alya. Kemudian mereka mengajak Alya pergi. Alya sempat ragu, namun teman-temannya berhasil merayu Alya. Dan setelah Alya meminta ijin kepada Mamanya, ia bergegas pergi bersama teman-temannya untuk merayakan ulang tahun Alya yang ke-17. Ia senang mamanya mengijinkan.

Walaupun hanya pergi sebentar karena waktu sudah semakin larut, momen tersebut sangat berkesan bagi Alya. Ia tak menyangka bahwa teman-temannya akan datang memberi kejutan. Ia sangat berterima kasih kepada teman-temannya.

“Alya, kamu jangan sedih terus dong. Kalo butuh temen curhat, cerita aja.. Kan ada kita-kita, ya ga temen-temen?” kata Diana.
“Yoiiii..” jawab teman-teman yang lain serempak.
“Iya.. iya.. aku cuma ga mau jadi beban kalian aja kok, tapi hari ini aku ga sedih dong.. kan ada kalian, makasih ya semuanya..” balas Alya sembari memeluk mereka.

Alya sangat tidak menyangka teman-temannya begitu perhatian. Di waktu berbulan-bulan ini yang sudah Alya lewati dengan penuh kesabaran menggantikan posisi mamanya sebagaii ibu rumah tangga, ia diberi segudang kebahagiaan di hari ulang tahunnya yang ke-17. Ia sangat bersyukur sekali. Dan untuk menjalani hari-hari berikutnya ia harus tetap semangat karena ia tidak ingin mengecawakan mamanya kalau sampai melihat Alya murung. Alya sendiri tidak tahu sampai kapan ia akan seperti ini. Namun, berkat dukungan dari teman-temannya, ia menjadi tidak mempedulikan waktu ddan terus bertanya sampai kapan ini akan berakhir. Alya hanya berusaha menjalani dan bersabar karena ia yakin semua akan membaik seperti sedia kala.

-TAMAT-

Tidak ada komentar: