Laman

Telur Asin Ekonomi

Telur "Ayam" Asin

Saya teringat ketika saya pernah menaiki sebuah kereta api ekonomi tujuan ke kampung halaman saya. Awalnya sih iseng-iseng, selain harganya murah meriah, saya juga penasaran kenapa sih banyak banget yang naik kereta ini. Padahal tempat duduknya sudah penuh semua. Saya pun bersama teman saya (cowok) memberanikan diri untuk mencoba. Sebenarnya teman saya itu sudah pernah naik kereta ini sebelumnya. Dia sudah memperingatkan saya bahwa bisa jadi kami akan berdiri sepanjang perjalanan, selama 5jam. Waw! Antara takut dan penasaran tapi saya iya-kan saja bahwa saya siap menanggung resiko.
Akhirnya, setelah memperoleh tiket dari loket, kami pun beranjak memasuki gerbong kereta.

Ternyata masuk gerbongnya itu bebas alias asal-asalan. Waduh, penuh semua lagi gerbongnya. Para penumpang yang ada di dalam gerbong tidak pandang bulu terhadap penumpang yang memiliki tiket atau tidak. Yang mereka tahu, siapa cepat masuk kereta dia yang dapat tempat duduk. Haduuuh, kami kan telat masuk keretanya. Alhasil kami berdiri deh. Setelah menyimpan barang bawaan kami di atas tempat duduk para penumpang yang kebagian kursi, kami pun benar-benar berdiri di tengah jalan kecil antar tempat duduk penumpang sambil sesekali memiring-miringkan badan kalau ada orang yang hendak lewat. Repoooooot banget. Cuma ya mau gimana lagi. Harus terima resikonya deh kalau udah begini, hmmm.

Tak lama kereta pun mulai berjalan. Keadaan kami tidak berubah, masih tetap berdiri. Saya melihat sekeliling keadaan di kereta. Ada yang sibuk kipas-kipas karena kepanasan. Ada yang asik baca koran. Bahkan ada yang sempat-sempatnya jajan diantara desak-desakan penumpang. Banyak sekali pedagang asongan yang berjualan di dalam kereta. Mulai dari penjual minuman, makanan cepat saji (pop mie, nasi bungkus) sampai pedagang pecel sayur, dan yang engga kalah ketinggalan penjual buah-buahan dan juga makanan ringan pun ada. Mulai dari donat, roti, buah jeruk, nangka, wingko, tahu, telur asin, kacang-kacangan, dan masih banyak lagi. Mereka mondar-mandir ke seluruh gerbong kereta secara bergantian untuk menjajakan dagangan mereka.

Peminat jajanan tersebut banyak sekali. Yang paling laris sih jelas penjual minuman. Karena situasi di kereta yang sangat amat sumpek itu selain bikin gerah, bikin dehidrasi juga, saya aja sampe beli air mineral beberapa kali (4 botol ada kayanya) . Para penumpang juga antusias sekali membeli makanan, harganya murah-murah loh. Nasi bungkus Rp. 3000, donat 1dus isi 6  Rp. 6000, buah nangka 1 pak kecil Rp. 2000, waw murah banget kan. Tapi, untuk kualitas rasa tidak menjamin sepertinya, hehe. Saya tertarik pada penjual telur asin yang menjual telurnya seharga Rp. 5000 untuk 3 butir telur. Wah, biasanya kalau saya beli di warteg 1 butirnya Rp. 2500, kok ini murah banget yaa. Akirnya saya mencoba membelinya untuk dimakan dirumah. Antara senang dan khawatir sih sebenarnya, tapi ya daripada saya penasaran, lebih baik mencobanya. Lagipula engga mahal-mahal amat, hehe.

Ketika saya tiba dirumah, saya mencoba mencicipi telur asin super murah itu. Saya kelupas kulitnya secara perlahan, sembari melihat-lihat siapa tahu ada kejanggalan di dalamnya. Kalau  secara fisik sih tidak ada yang aneh. Lalu saya mulai memakannya. Daaaan, waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, kok rasanya bukan seperi telur bebek yaa? Waduh, ini telur asin beneran bukan sih? Kok rasanya kayak telur ayam. Wah,wah,wah.. saya tertipu. Ternyata itu telur ayam, pantas saja rasanya beda dan baunya kurang amis seperti telor bebek yang biasa saya makan. Hmm, sedikit kecewa sih, tapi yaudalah dimakan aja. Yang penting engga busuk, hehe.
 
Eh, tapi kalau dipikir-pikir..penjual telur asin itu engga bohong sih. Karena telurnya emang beneran asin, bedanya yang dia jual bukan telur bebek, haha. Harusnya lain kali saya tanyakan dulu, “Bu, ini telur asinnya telur bebek apa telur ayam?”, hehe. Yang anehnya, kok warna kulitnya bisa mirip telur bebek yaa??? Wah, mesti diusut ini. Jangan-jangan di cat, atau jangan-jangan pake zat pewarna berbahaya, wah wah wah..  

Tidak ada komentar: